Al-'Alaq Ayat 19
كَلَّاۗ لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ ۩ ࣖ ( العلق: ١٩ )
Kallā Lā Tuţi`hu Wa Asjud Wāqtarib (al-ʿAlaq̈ 96:19)
Artinya:
sekali-kali tidak! Janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah serta dekatkanlah (dirimu kepada Allah). (QS. [96] Al-'Alaq : 19)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Perbuatan jahat orang itu (Abù Jahl) tidak akan mengenai dirimu, wahai Nabi. Sekali-kali tidak! Janganlah kamu patuh kepadanya. Tetaplah menunaikan salat sesuai perintah Tuhanmu dan sujudlah serta dekatkanlah dirimu kepada-Nya dengan menaati aturannya, niscaya Dia akan selalu melindungimu dari ancamannya.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Allah meminta Nabi saw atau siapa saja yang ingin beribadah agar tidak takut dan tidak mematuhi ancaman orang yang melarang mereka beribadah. Mereka diminta untuk tetap melaksanakan ibadah dengan tekun, terutama salat, dan menggunakan masjid untuk melaksanakannya. Dalam ayat lain, Allah berfirman:
Dan janganlah engkau (Muhammad) menuruti orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, janganlah engkau hiraukan gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung. (al-Ahzab/33: 48)
Di samping salat, umat Islam diminta pula mengerjakan ibadah-ibadah sunat lainnya dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya, baik itu berupa salat-salat sunat maupun zikir-zikir, dan sebagainya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya. (Al-'Alaq: 19)
Yakni hai Muhammad, janganlah kamu patuh kepada orang itu yang melarang kamu melakukan rutinitas ibadahmu, melainkan teruskanlah salatmu menurut yang kamu sukai. Janganlah engkau pedulikan dia, karena sesungguhnya Allah-lah yang memeliharamu dan menolongmu, dan Dia akan memelihara kamu dari gangguan orang lain.
dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan). (Al Alaq: 19)
Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam hadis sahih yang ada pada Imam Muslim melalui jalur Abdullah ibnu Wahb, dari Amr ibnul Haris, dari Imarah ibnu Gazyah, dari Samiy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Tempat yang paling dekat bagi seorang hamba kepada Tukannya ialah saat ia sedang sujud, maka perbanyaklah berdoa (padanya).
Dan dalam hadis terdahulu telah disebutkan pula bahwa Rasulullah Saw. melakukan sujud tilawah pada surat Insyiqaq dan Al-'Alaq.
Demikianlah akhir tafsir surat Al-'Alaq, segala puji bagi Allah atas karunia-Nya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Sekali-kali tidaklah demikian) kalimat ini mengandung hardikan dan cegahan baginya (janganlah kamu patuhi dia) hai Muhammad untuk meninggalkan salat (dan sujudlah) maksudnya salatlah demi karena Allah (dan mendekatlah) kepada-Nya dengan melalui amal ketaatan.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Peringatan bagi yang melarang tersebut. Janganlah kamu menuruti apa yang dilarangkan kepadamu. Lakukanlah terus salatmu dan teruslah bersujud dan dekatkanlah dirimu, melalui semua itu, kepada Allah.
6 Tafsir as-Saadi
"Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang mencipta-kan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ketahuilah! Sesung-guhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah kembali(mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang mela-rang seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang dilarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah). Bagaimana penda-patmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarkanlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah, sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Allah)." (Al-'Alaq: 1-19).
Makkiyah
"Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang."
(1) Ini adalah surat pertama yang turun kepada Rasulullah a. Surat ini turun kepada Rasulullah a sebagai prinsip-prinsip kenabian pada saat beliau belum mengetahui apa itu al-Qur`an dan apa itu iman. Jibril عليه السلام mendatangi beliau dengan membawa risalah dan memerintah beliau untuk membaca. Lalu Allah سبحانه وتعالى menu-runkan padanya, ﴾ ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ﴿ "Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan," yakni menciptakan makhluk secara umum.
(2) Kemudian Allah سبحانه وتعالى mengkhususkan manusia dan me-nyebutkan awal penciptaannya, (yaitu) ﴾ مِنۡ عَلَقٍ 2 ﴿ "dari segumpal darah," karena itu Dzat yang menciptakan manusia dan mengatur-nya pasti mengaturnya dengan perintah dan larangan dengan di-utusnya para rasul dan diturunkannya kitab suci. Karena itu Allah سبحانه وتعالى menyebutkan penciptaan manusia setelah memerintah untuk membaca.
(3-5) Kemudian Allah سبحانه وتعالى berfirman, ﴾ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ﴿ "Bacalah, dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah," yakni Yang banyak dan luas sifatNya, sangat pemurah dan baik, luas dermaNya yang di antara-nya adalah mengajarkan berbagai macam ilmu dan ﴾ عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ 4 عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ 5 ﴿ "mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajar-kan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya," Allah سبحانه وتعالى mengeluar-kan manusia dari perut ibunya dalam keadaan tidak mengetahui apa pun dan Allah سبحانه وتعالى membuatkan pendengaran, penglihatan dan hati serta mempermudah baginya sebab-sebab ilmu. Allah سبحانه وتعالى me-ngajarkan al-Qur`an, al-Hikmah (hadits) dan mengajarkan melalui perantara pena yang dengannya berbagai ilmu terpelihara, hak-hak terjaga, dan menjadi utusan-utusan untuk manusia sebagai peng-ganti bahasa lisan mereka. Segala puji dan karunia hanya milik Allah سبحانه وتعالى semata yang diberikan pada para hambaNya yang tidak mampu mereka balas dan syukuri. Kemudian Allah سبحانه وتعالى menganu-gerahkan kecukupan dan keluasan rizki kepada mereka.
(6-8) Tapi manusia karena kebodohan dan kezhalimannya bila melihat dirinya kaya, ia bertindak melampaui batas dan ber-buat keji, sombong terhadap petunjuk dan lupa bahwa kepada Rabbnyalah ia ﴾ ٱلرُّجۡعَىٰٓ ﴿ "kembali," dan tidak takut akan pembalasan. Bahkan sampai pada kondisi meninggalkan petunjuk dan menye-rukan orang lain untuk meninggalkannya, lalu melarang shalat yang merupakan amalan iman terbaik.
(9-14) Allah سبحانه وتعالى berfirman untuk orang yang membangkang lagi angkuh ini, ﴾ أَرَءَيۡتَ ﴿ "Bagaimana pendapatmu," wahai orang yang melarang orang untuk shalat, ﴾ إِن كَانَ ﴿ "jika dia," yakni hamba yang shalat, ﴾ عَلَى ٱلۡهُدَىٰٓ ﴿ "berada di atas kebenaran," yakni mengetahui kebe-naran dan mengamalkannya, ﴾ أَوۡ أَمَرَ ﴿ "atau dia menyuruh" orang lain untuk ﴾ بِٱلتَّقۡوَىٰٓ ﴿ "bertakwa (kepada Allah)," patutkah orang yang sifat-nya seperti ini dicegah? Bukankah mencegahnya adalah salah satu penentangan terbesar terhadap Allah سبحانه وتعالى dan perang terhadap kebe-naran? Larangan ini hanya tertuju pada orang yang dirinya sendiri tidak berada di atas petunjuk atau orang yang memerintahkan orang lain agar tidak bertakwa. ﴾ أَرَءَيۡتَ إِن كَذَّبَ ﴿ "Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan" orang yang melarang ke-benaran, ﴾ وَتَوَلَّىٰٓ ﴿ "dan berpaling" dari perintah, apakah ia tidak takut kepada Allah سبحانه وتعالى dan siksaNya? ﴾ أَلَمۡ يَعۡلَم بِأَنَّ ٱللَّهَ يَرَىٰ ﴿ "Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat" segala perbuatannya?
(15-16) Kemudian Allah سبحانه وتعالى mengancam bila ia terus-mene-rus berada dalam kondisinya seraya berfirman, ﴾ كـَلَّا لَئِن لَّمۡ يَنتَهِ ﴿ "Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti" dari perbuatannya, ﴾ لَنَسۡفَعَۢا بِٱلنَّاصِيَةِ ﴿ "nis-caya Kami tarik ubun-ubunnya," yakni Kami akan mencabut ubun-ubunnya secara kasar, dan memang demikian halnya, karena ia adalah ﴾ نَاصِيَةٖ كَٰذِبَةٍ خَاطِئَةٖ ﴿ "ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka"; berdusta dalam perkataannya dan durhaka dalam perbuatannya.
(17-18) ﴾ فَلۡيَدۡعُ ﴿ "Maka biarkanlah dia," orang yang benar-benar tertimpa azab, ﴾ نَادِيَهُۥ ﴿ "memanggil golongannya," yakni teman-temannya dan orang-orang di sekitarnya agar mereka menolong-nya dari azab yang menimpanya. ﴾ سَنَدۡعُ ٱلزَّبَانِيَةَ ﴿ "Kelak Kami akan me-manggil malaikat Zabaniyah," yakni para penjaga Neraka Jahanam untuk menyiksanya. Dan hendaklah ia memperhatikan, manakah di antara kedua golongan yang lebih kuat dan kuasa. Ini adalah kon-disi orang yang melarang dan siksaan yang diancamkan padanya.
(19) Sedangkan kondisi orang yang dilarang, Allah سبحانه وتعالى memerintahnya agar tidak menuruti dan tunduk pada larangan orang durhaka itu seraya berfirman, ﴾ كـَلَّا لَا تُطِعۡهُ ﴿ "Sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya," karena ia hanya memerintahkan sesuatu yang menyebabkan kerugian, ﴾ وَٱسۡجُدۡۤ ﴿ "dan sujudlah" untuk Rabbmu, ﴾ وَٱقۡتَرِب۩ ﴿ "dan dekatkanlah (dirimu kepada Allah)," baik dalam bersujud dan berbagai ketaatan dan amalan-amalan lain yang men-dekatkan diri kepada Allah سبحانه وتعالى, karena semua itu bisa mendekatkan pada RidhaNya. Ini berlaku secara umum bagi setiap orang yang melarang kebaikan dan yang dilarang melakukan kebaikan meski ayat ini turun berkaitan dengan Abu Jahal ketika melarang Rasu-lullah a shalat dan menyiksa, serta menyakiti beliau.
Selesai. Dan segala puji hanya bagi Allah semata, Rabb semesta alam. 9