Al-Mu'minun Ayat 92
عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ ࣖ ( المؤمنون: ٩٢ )
`Ālimi Al-Ghaybi Wa Ash-Shahādati Fata`ālaá `Ammā Yushrikūna. (al-Muʾminūn 23:92)
Artinya:
(Dialah Tuhan) yang mengetahui semua yang gaib dan semua yang tampak. Mahatinggi (Allah) dari apa yang mereka persekutukan. (QS. [23] Al-Mu'minun : 92)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Dialah Tuhan yang mengetahui semua yang gaib dari pandangan manusia dan semua yang tampak. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan seperti kepercayaan kaum musyrik tersebut.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Yang Mahatahu segala yang gaib yang tidak dapat dilihat dan dirasakan dengan panca indera, Maha Mengetahui segala yang tampak dan nyata dan dapat dilihat dan dirasakan. Apapun yang terjadi di alam ini baik alam langit ataupun alam bumi semuanya terjadi dengan sepengetahuan-Nya, tak ada yang besar maupun yang kecil kecuali ada dalam ilmu-Nya yang Mahaluas, seperti tersebut dalam firman-Nya:
Dan tidakkah engkau (Muhammad) berada dalam suatu urusan, dan tidak membaca suatu ayat Al-Qur'an serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu ketika kamu melakukannya. Tidak lengah sedikit pun dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah baik di bumi ataupun di langit. Tidak ada sesuatu yang lebih kecil dan yang lebih besar dari itu, melainkan semua tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz). (Yunus/10: 61)
Demikianlah luas dan mencakupnya ilmu Allah. Mahasuci Allah dari segala tuduhan orang kafir yang mengatakan bahwa Dia mempunyai anak dan sekutu.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Yang mengetahui semua yang gaib dan semua yang nampak.
Maksudnya, mengetahui semua yang gaib dari makhluk-Nya dan semua yang disaksikan oleh makhluk-Nya.
maka Mahatinggilah Dia dari apa yang mereka persekutukan.
Yakni Mahasuci, Mahatinggi, Mahaagung, dan Mahabesar dari semua yang dikatakan oleh orang-orang yang musyrik lagi ingkar itu.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Yang mengetahui semua yang gaib dan semua yang tampak) maksudnya semua yang tidak tampak dan semua yang tampak. Kalau dibaca 'Aalimil Ghaibi menjadi sifat, artinya yang mengetahui dan seterusnya. Jika dibaca 'Aalimul Ghaibi berarti menjadi Khabar dari Mubtada yang tidak disebutkan yaitu lafal Huwa, artinya Dia Mengetahui yang gaib (maka Maha Tinggi Dia) Maha Besar Dia (dari apa yang mereka persekutukan) kepada-Nya.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Allah mengetahui segala sesuatu dengan ilmu-Nya. Dia mengetahui apa yang tampak dan tidak tampak oleh kita. Maka, sungguh Allah Mahasuci dari kemungkinan memiliki sekutu, seperti yang dikatakan oleh orang-orang kafir.
6 Tafsir as-Saadi
"Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) besertaNya, kalau ada tuhan besertaNya, masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang dicipta-kannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu, Yang mengetahui semua yang ghaib dan semua yang nampak, maka Mahatinggilah Dia dari apa yang mereka persekutukan." (Al-Mu`minun: 90-92).
(90-92) Allah تعالى berfirman, "Bahkan Kami telah membawa kebenaran kepada orang-orang yang mendustakan itu, yang me-muat kejujuran dalam informasinya, keadilan dalam perintah dan larangannya. Kenapa mereka tidak mengakuinya? Padahal ia lebih pantas untuk diikuti. Sementara mereka tidak memiliki sesuatu yang menggantikannya melainkan kedustaan dan kezhaliman?!
Oleh karena itu, Allah berfirman, ﴾ وَإِنَّهُمۡ لَكَٰذِبُونَ 90 مَا ٱتَّخَذَ ٱللَّهُ مِن وَلَدٖ وَمَا كَانَ مَعَهُۥ مِنۡ إِلَٰهٍۚ ﴿ "Dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang lain) besertaNya." Itu merupakan bentuk kebo-hongan yang dapat dideteksi melalui berita dari Allah dan Rasul-Nya serta dapat dikenal melalui akal yang sehat. Oleh sebab itu, Allah تعالى mengingatkan tentang sebuah teori logika mengenai ke-mustahilan eksistensi dua tuhan (di alam semesta ini).
Allah berfirman, ﴾ إِذٗا ﴿ "Kalau ada tuhan bersamaNya," jika ada sesembahan bersama Allah seperti yang mereka u c a p k a n ﴾ لَّذَهَبَ كُلُّ إِلَٰهِۭ بِمَا خَلَقَ ﴿ "masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang dicip-takannya," maksudnya, maka masing-masing sesembahan itu akan menyendiri dengan ciptaan-ciptaannya dan membentuk komunitas sendiri dengannya, dan sudah tentu berantusias untuk mengham-bat dan mengalahkan sesembahan lainnya.
﴾ وَلَعَلَا بَعۡضُهُمۡ عَلَىٰ بَعۡضٖۚ ﴿ "Dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan me-ngalahkan sebagian yang lain," pihak yang menang, akan menjadi sesembahan yang disembah. Dengan adanya unsur yang saling kontradiktif ini, maka alam semesta ini tidak mungkin ada. Dan tidak bisa dibayangkan bisa teratur dengan pengaturan yang men-cengangkan akal-akal manusia.
Ambillah pelajaran melalui matahari, bulan, bintang-bintang yang diam maupun yang beredar. Sejak penciptaannya, benda-benda langit itu beredar berdasarkan satu kendali dan pengaturan. Masing-masing dikendalikan dengan kekuasaan, diatur dengan penuh hikmah demi kepentingan umat manusia, bukan sebatas untuk kepentingan satu individu dengan mengesampingkan orang lain. Engkau tidak akan menyaksikan kekeliruan, kontradiksi dan tabrakan dalam pengaturan sekecil apa pun. Apakah masih terba-yangkan keseragaman itu muncul dari pengaturan dua sesembahan dan dua pemilik?
﴾ سُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ ﴿ "Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifat-kan," alam semesta ini telah mengekspresikan dengan bahasa gerak-nya dan memberikan pemahaman melalui bentuknya yang indah, bahwa Dzat yang mengaturnya adalah Tuhan (sesembahan) yang satu, sempurna dalam nama-nama dan sifat-sifatNya. Sungguh, seluruh makhluk membutuhkanNya dalam rububiyah dan uluhiyah-Nya baginya.[11]
Sebagaimana ia tidak mempunyai wujud dan keabadian kecuali berkat rububiyah Allah, begitu pula tidak ada kebaikan dan landasan kekuatan kecuali dengan sebab peribadahan kepadaNya dan mengesakanNya dengan ketaatan. Untuk itu, Allah mengingat-kan tentang keagungan sifat-sifatNya melalui beberapa permisalan. Misalnya, ilmuNya yang meliputi (segala sesuatu). Allah berfirman, ﴾ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ ﴿ "Yang mengetahui semua yang ghaib," yaitu perkara-per-kara yang terlewatkan oleh indera-indera pandangan kita dan pe-ngetahuan kita, seperti hal-hal yang mesti terjadi (al-wajibat), perkara yang mustahil (al-Mustahilat) dan kemungkinan-kemungkinan yang timbul (al-Mumkinat). ﴾ وَٱلشَّهَٰدَةِ ﴿ "Dan semua yang nampak," yaitu segala yang bisa kita saksikan.
﴾ فَتَعَٰلَىٰ ﴿ "Mahatinggilah Allah," Mahatinggi lagi Mahaagung, ﴾ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ﴿ "dari apa yang mereka persekutukan," denganNya, tiada ilmu yang mereka miliki kecuali yang telah diajarkan oleh Allah kepada mereka.