Sad Ayat 40
وَاِنَّ لَهٗ عِنْدَنَا لَزُلْفٰى وَحُسْنَ مَاٰبٍ ࣖ ( ص: ٤٠ )
Wa 'Inna Lahu `Indanā Lazulfaá Wa Ĥusna Ma'ābin. (Ṣād 38:40)
Artinya:
Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (QS. [38] Sad : 40)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Dan sungguh, Allah telah mengabulkan doanya dan memberi dia kemuliaan di dunia dengan mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik, yaitu surga.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Kemudian Allah menjelaskan bahwa di samping kemuliaan yang telah dicapainya di dunia, yang sangat menakjubkan itu, ia akan dilimpahi karunia yang lebih nikmat lagi dan kedudukannya yang lebih mulia. Allah menjanjikan kepadanya bahwa ia akan dimasukkan dalam deretan hamba-hamba-Nya yang mempunyai kedudukan yang sangat dekat kepada Allah, yaitu kedudukan yang diperoleh para rasul dan nabi, tempat kembali yang baik yaitu surga Na'im yang penuh dengan segala macam kenikmatan.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. berfirman:
Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik. (Shaad:40)
Yakni di negeri akhirat nanti.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik) penafsiran ayat ini sebagaimana yang telah lalu.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Sesungguhnya di sisi Kami, Sulaimân mempunyai kedudukan yang agung dan tempat kembali yang baik.
6 Tafsir as-Saadi
"Dan Kami karuniakan kepada Dawud, Sulaiman, dia adalah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat
taat. Ketika dipertun-jukkan kepadanya kuda-kuda yang tenang di waktu berhenti dan yang cepat
waktu berlari pada waktu sore, maka ia berkata, 'Se-sungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap
barang yang baik ini sehingga aku lalai mengingat Rabbku sampai kuda itu hilang dari pandangan.
Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku.' Lalu ia mengusap-ngusap kaki dan lehernya. Dan
sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami tempatkan di atas kursinya sebatang tubuh,
kemudian ia bertaubat. Ia berkata, 'Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku
kerajaan yang tidak pantas dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Pemberi.' Kemudian Kami tundukkan kepa-danya angin yang berhembus dengan baik, yang menurut
ke mana saja yang dikehendakinya, dan setan-setan semuanya ahli bangunan dan penyelam, dan setan
yang lain yang terikat dalam belenggu. Inilah anugerah Kami; maka berikanlah atau tahanlah
dengan tiada perhitungan. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat pada sisi Kami dan
tempat kembali yang baik." (Shad: 30-40).
(30) Setelah Allah سبحانه وتعالى memuji Nabi Dawud عليه السلام dan
menje-laskan apa yang terjadi baginya dan darinya, Allah memuji putra beliau, yaitu Nabi
Sulaiman عليه السلام, seraya berfirman, ﴾ وَوَهَبۡنَا لِدَاوُۥدَ سُلَيۡمَٰنَۚ ﴿ "Dan Kami karuniakan kepada Dawud, Sulaiman," maksudnya, Kami anugerahkan Nabi Sulaiman kepadanya dan Kami bahagiakan jiwanya dengannya, ﴾
نِعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ ﴿ "sebaik-baik hamba" adalah Sulaiman عليه السلام, sebab dia mempunyai sifat-sifat yang pantas dipuji, y a i t u ﴾
إِنَّهُۥٓ أَوَّابٌ ﴿ "sesungguhnya dia amat taat," maksudnya, yang sangat kembali kepada Allah
dalam seluruh keadaannya dengan menghambakan diri, berinabah, mencintai, berdzikir, berdoa,
bertadharru' dan ber-sungguh-sungguh dalam mencari keridhaan Allah dan menguta-makannya atas
segala sesuatu.
(31-33) Maka dari itu, tatkala diperlihatkan kepadanya kuda-kuda yang
gagah lagi sangat kencang larinya. ﴾ ٱلصَّٰفِنَٰتُ ﴿ "yang tenang," maksudnya, yang salah satu cirinya adalah ash-shufun, yaitu salah satu kakinya terangkat tinggi saat berdiri, dan itu merupakan pemandangan yang sangat indah dan kegagahan yang sangat me-nakjubkan, terutama bagi orang yang membutuhkannya, seperti para raja. Kuda-kuda itu pun terus diperlihatkan kepadanya hingga matahari hilang dari penglihatan. Dengan demikian kuda-kuda itu telah membuatnya lupa melakukan shalat di waktu sore dan dzikir.
Lalu ia berkata dengan penuh penyesalan atas apa yang telah terjadi dari dirinya dan sebagai taqarrubnya kepada Allah disebab-kan apa yang telah membuatnya lupa mengingatNya, dan demi mengutamakan cinta Allah atas cinta kepada yang lain,﴾
إِنِّيٓ أَحۡبَبۡتُ حُبَّ ٱلۡخَيۡرِ ﴿ "Sesungguhnya aku menyukai kesenangan terhadap barang yang baik ini." Kata أَحْبَبْتُ (aku menyukai) mengandung makna آثَرْتُ (aku lebih mengutamakan). Artinya, aku lebih mengutamakan suka ke-pada barang baik ini, yaitu harta pada umumnya, dan yang dimak-sud di sini adalah kuda. ﴾
عَن ذِكۡرِ رَبِّي حَتَّىٰ تَوَارَتۡ بِٱلۡحِجَابِ 32 رُدُّوهَا عَلَيَّۖ ﴿ "Sehingga aku lalai mengingat Rabbku sampai kuda itu hilang dari pandangan. Bawalah kuda-kuda itu kembali kepadaku." Maka mereka pun mengem-balikannya. ﴾
فَطَفِقَ ﴿ "Lalu ia" pada kuda-kuda itu ﴾ مَسۡحَۢا بِٱلسُّوقِ
وَٱلۡأَعۡنَاقِ ﴿ "mengusap-ngusap kaki dan lehernya." Maksudnya, beliaupun lalu memotongnya
dengan pedangnya pada bagian leher dan kakinya.
(34) ﴾ وَلَقَدۡ فَتَنَّا سُلَيۡمَٰنَ ﴿ "Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman." Kami memberinya cobaan dan ujian dengan kehilangan kerajaannya dan terlepasnya kerajaan itu darinya disebabkan ke-salahan-kesalahan yang terjadi akibat tabiat kemanusiaan, ﴾
وَأَلۡقَيۡنَا عَلَىٰ كُرۡسِيِّهِۦ جَسَدٗا ﴿ "dan Kami tempatkan di atas kursinya sebatang tubuh," yakni, setan yang telah ditakdirkan Allah untuk duduk di atas kursi kera-jaannya dan ia mengendalikan kerajaan pada masa ujian Sulaiman, ﴾
ثُمَّ أَنَابَ ﴿ "kemudian ia kembali" kepada Allah dan bertaubat.
(35-39) ﴾ قَالَ رَبِّ ٱغۡفِرۡ لِي وَهَبۡ لِي مُلۡكٗا لَّا يَنۢبَغِي
لِأَحَدٖ مِّنۢ بَعۡدِيٓۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ ﴿ "Ia ber-kata, 'Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak pantas dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Pemberi'." Allah pun mengabulkan doa beliau dan mengampuni beliau serta mengembalikan kerajaan kepadanya, dan bahkan Allah menambahkan untuknya kerajaan yang belum pernah terjadi bagi seorang pun sesudahnya, yaitu patuhnya setan-setan kepadanya, mereka membangun apa yang beliau kehendaki dan menyelam di dasar laut untuknya, mereka mengeluarkan mu-tiara-mutiara dan perhiasan. Dan siapa saja yang durhaka kepada-nya di antara mereka, maka ia membelenggu dan mengikatnya dengan belenggu, dan Kami katakan kepadanya, ﴾
هَٰذَا عَطَآؤُنَا ﴿ "Inilah anugerah Kami" maka berbahagialah dengannya, ﴾ فَٱمۡنُنۡ ﴿ "maka berikanlah" kepada siapa saja yang kamu kehendaki ﴾ أَوۡ
أَمۡسِكۡ ﴿ "atau tahanlah" dari siapa saja yang kamu suka, ﴾ بِغَيۡرِ
حِسَابٖ ﴿ "dengan tiada perhitungan." Maksudnya, tidak ada dosa ataupun perhitungan bagimu dalam
hal itu, karena Allah سبحانه وتعالى Maha Mengetahui kesem-purnaan keadilannya dan kebaikan
keputusan-keputusannya.
(40) Dan jangan sekali-kali Anda mengira bahwa itu semua hanya di dunia
saja yang didapat Nabi Sulaiman, sedangkan di akhiratnya tidak! Bahkan di akhirat nanti beliau
akan mendapatkan kebaikan yang sangat besar. Maka dari itu Allah berfirman,﴾ وَإِنَّ لَهُۥ
عِندَنَا لَزُلۡفَىٰ وَحُسۡنَ مَـَٔابٖ ﴿ "Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan yang dekat
pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik." Artinya, beliau termasuk orang-orang yang
didekatkan di sisi Allah dan dimulia-kan dengan berbagai macam karamah oleh Allah.
PASAL
Di antara pelajaran dan hikmah yang dapat kita petik dari kisah Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman
عليهما السلام adalah sebagai berikut:
1. Bahwasanya Allah سبحانه وتعالى menceritakan kepada nabiNya, Nabi Muhammad a, sejarah-sejarah
orang-orang (para rasul) sebelum beliau supaya hati beliau teguh dan
jiwa beliau tenang serta meng-ingatkan kepadanya sebagian dari ibadah mereka; betapa sabar dan
berinabahnya mereka; hal yang membuat beliau berkeinginan (merindukan)
untuk mengalahkan mereka dan bertaqarrub kepada Allah seperti yang mereka lakukan dalam
bertaqarrub kepadaNya dan sabar dalam menghadapi gangguan kaumnya. Maka dari itu, dalam hal ini,
setelah Allah menjelaskan sebagian dari gangguan kaumnya dan perkataan mereka terhadapnya dan
terhadap apa yang ia bawa (ajarkan), Allah memerintahkannya agar sabar
dan mengingat hambaNya, Dawud, sehingga beliau merasa terhibur dengannya.
2. Bahwasanya Allah سبحانه وتعالى memuji dan suka kepada kekuatan (keteguhan dan sikap konsisten)
dalam mematuhiNya, yaitu ke-kuatan hati dan badan. Sebab dari kekuatan itu akan bisa dicapai
banyak sekali bentuk-bentuk ketaatan, kesempurnaan, dan kuanti-tasnya yang tidak akan bisa
dicapai oleh sikap lemah dan tidak adanya kekuatan. Dan seorang hamba hendaknya melakukan segala
upaya ke arah sana dan tidak cenderung kepada sikap malas dan menganggur yang merusak kekuatan
dan melemahkan jiwa.
3. Bahwasanya kembali kepada Allah dalam semua perma-salahan adalah termasuk sifat para Nabi dan
manusia-manusia pilihanNya, sebagaimana Dia telah memuji Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman karenanya.
Maka hendaklah orang-orang yang ingin mengambil teladan meneladani mereka dan hendaklah
orang-orang yang meniti jalan keridhaan Allah mengikuti petunjuk mereka.
﴾ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۖ فَبِهُدَىٰهُمُ ٱقۡتَدِهۡۗ ﴿
"Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka." (Al-An'am: 90).
4. Hal-hal yang dengannya Allah memuliakan nabiNya, Dawud عليه السلام, yaitu suara yang agung yang karenanya Allah men-jadikan gunung-gunung yang bisu dan burung-burung yang tidak bisa berbicara memberikan respon kepadanya apabila Dawud mengalunkan suaranya dengan ucapan tasbih, dan mereka pun turut bertasbih bersamanya di waktu sore dan pagi hari.
5. Di antara nikmat Allah yang paling besar atas hambaNya adalah, Dia menganugerahkan ilmu yang bermanfaat kepadanya dan menguasai hukum dan cara memberikan keputusan di antara manusia, sebagaimana yang telah Allah karuniakan kepada hamba-Nya, Nabi Dawud عليه السلام.
6. Perhatian Allah سبحانه وتعالى kepada para nabi dan manusia-manusia pilihanNya pada saat sebagian mereka terjerumus ke dalam keke-liruan karena ujian dan cobaanNya terhadap mereka yang dengan-nya apa-apa yang membahayakan menjadi terhapus dari mereka, dan mereka kembali kepada kondisi awal mereka yang paling sempurna, sebagaimana terjadi pada Nabi Sulaiman عليه السلام.
7. Bahwasanya para nabi k itu terpelihara dari kesalahan dalam hal apa yang mereka sampaikan dari Allah سبحانه وتعالى, karena tujuan risalah (misi kerasulan) tidak akan dicapai kecuali dengannya. Dan sesungguhnya bisa saja terjadi sebagian perbuatan maksiat dari mereka sebagai konsekuensi tabiat manusia, namun Allah سبحانه وتعالى segera mengampuni mereka dengan kelembutanNya.
8. Bahwasanya Nabi Dawud عليه السلام dalam kebanyakan kondisi-nya selalu berada di mihrab (tempat ibadah)nya guna berbakti kepada Rabbnya. Maka dari itu dua orang yang bersengketa me-manjat pagar menuju mihrabnya, karena apabila ia telah menyen-diri di mihrabnya, maka tidak seorang pun dapat menemuinya. Jadi, beliau tidak memberikan semua waktunya untuk masyarakat, sekalipun banyak sekali hukum-hukum yang datang kepadanya, melainkan ia menetapkan waktu khusus untuk beribadah kepada Rabbnya, dan jiwanya menjadi bahagia dengan beribadah kepada-Nya dan membantunya untuk tetap ikhlas dalam seluruh perma-salahannya.
9. Semestinya mematuhi etika ketika menghadap para pejabat dan lain-lainnya; sebab, ketika dua orang yang bersengketa masuk untuk menjumpai Nabi Dawud عليه السلام dalam kondisi yang tidak lazim dan bukan dari pintu yang biasa, Nabi Dawud sangat risih dan sangat merasa keberatan, dan beliau melihatnya tidak laik dengan keadaan.
10. Bahwasanya ketidaksopanan etika orang yang bersengketa dan perbuatannya yang tidak sepantasnya, tidak boleh menjadi penghalang bagi sang hakim untuk memberikan keputusan dengan haq.
11. Kesempurnaan sifat santun Nabi Dawud عليه السلام. Hal ini tam-pak pada sikapnya yang tidak marah kepada kedua orang yang bersengketa pada saat keduanya datang menjumpainya tanpa minta izin terlebih dahulu, padahal beliau adalah raja, dan beliau juga tidak membentak dan tidak pula mencela keduanya.
12. Orang yang terzhalimi (teraniaya) boleh mengatakan ke-pada yang menzhalimi, "Engkau telah menzhalimiku," atau, "Wahai orang zhalim," atau yang serupa dengannya, atau, "Orang yang telah menganiayaku." Ini berdasarkan perkataan keduanya:
﴾ خَصۡمَانِ بَغَىٰ بَعۡضُنَا عَلَىٰ بَعۡضٖ ﴿
"Kami adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat zhalim kepada yang lain." (Shad: 22).
13. Bahwasanya orang yang diberi bimbingan dan arahan, sekalipun berkedudukan tinggi dan berilmu, apabila dinasihati oleh seseorang atau diberi arahan, maka ia tidak akan marah dan tidak pula merasa sempit hati, bahkan ia segera menerimanya dan berterima kasih. Sesungguhnya kedua orang yang berselisih ter-sebut telah memberi nasihat kepada Nabi Dawud, namun beliau tidak merasa sempit hati dan tidak pula marah karenanya, bahkan hal itu tidak membuat diri beliau berpaling dari yang haq, dan justru beliau memutuskan dengan kebenaran murni.
14. Bahwasanya suka bergaul dengan kaum kerabat dan sahabat-sahabat, dan banyaknya kegandrungan (kecintaan) pada dunia dan materi dapat menyebabkan permusuhan di antara me-reka, sebagian berbuat zhalim terhadap sebagian yang lain, dan tidak ada yang dapat mencegah hal ini kecuali takwa kepada Allah dan sabar dalam menghadapi berbagai permasalahan dengan ber-iman dan beramal shalih. Dan yang berbuat demikian ini jarang sekali ada pada manusia.
15. Bahwasanya istighfar (meminta ampun) dan ibadah, ter-utama shalat termasuk amal yang dapat menghapuskan dosa-dosa. Sebab Allah سبحانه وتعالى memberikan ampunan bagi dosa Nabi Dawud عليه السلام atas istighfar dan sujudnya.
16. Allah سبحانه وتعالى memuliakan hambaNya, yaitu Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman عليهما السلام dengan kedekatan padaNya dan pahala yang baik, dan juga dengan menepis dugaan bahwa apa yang terjadi pada mereka berdua itu mengurangi derajat mereka di sisi Allah سبحانه وتعالى. Ini bagian dari kemahalembutanNya kepada hamba-hambaNya yang tulus. Dan kalau Allah sudah mengampuni dan menghilang-kan bekas dosa-dosa mereka, maka Dia menghapus akibat-akibat yang ditimbulkannya semuanya, hingga apa saja yang terlintas di dalam hati manusia. Karena sesungguhnya apabila mereka menge-tahui sebagian dosa-dosanya dan hati mereka merasakan turunnya derajat mereka dari derajat yang semula, maka Allah سبحانه وتعالى pasti meng-hilangkan kesan-kesan tersebut, dan hal seperti itu sama sekali tidak sulit bagi Allah yang Mahamulia lagi Maha Pengampun.
17. Bahwasanya memberikan keputusan hukum di antara manusia merupakan kedudukan Agama yang dilaksanakan oleh para utusan Allah dan manusia-manusia pilihanNya, dan sesung-guhnya tugas orang yang melaksanakannya adalah memberikan keputusan dengan haq (benar) dan menjauhi hawa nafsu. Memberi-kan keputusan dengan haq itu menuntut adanya ilmu pengetahuan tentang permasalahan-permasalahan syar'i dan pengetahuan ten-tang bentuk permasalahan yang akan diberikan putusan dan cara memasukkannya ke dalam hukum syar'i. Maka orang yang bodoh (tidak mengerti) berada di antara salah satu dari dua perkara ini; tidak berwenang memberikan keputusan dan tidak halal baginya memberanikan diri untuk melakukannya.
18. Hendaknya seorang hakim mewaspadai hawa nafsu dan selalu menyadarinya, sebab rongrongan hawa nafsu itu tidak akan pernah lepas darinya, bahkan semestinya ia selalu bermujahadah melawan nafsu dengan cara menjadikan kebenaran sebagai tujuan-nya, dan hendaknya ia menanggalkan dari dirinya segala rasa cinta atau rasa benci terhadap salah satu dari dua orang yang berseng-keta pada saat akan mengeluarkan keputusan.
19. Sesungguhnya Nabi Sulaiman عليه السلام termasuk bagian dari keutamaan Nabi Dawud dan termasuk anugerah Allah سبحانه وتعالى kepada-nya, di mana Allah telah menganugerahkan Sulaiman kepadanya; dan sesungguhnya di antara nikmat Allah yang paling besar kepada hambaNya adalah kalau Dia mengaruniakan padanya seorang anak yang shalih. Jika anak shalih itu adalah seorang yang berilmu, maka itu adalah cahaya di atas cahaya.
20. Pujian dan sanjungan Allah سبحانه وتعالى kepada Nabi Sulaiman عليه السلام yang terdapat dalam FirmanNya,
﴾ نِّعۡمَ ٱلۡعَبۡدُ إِنَّهُۥٓ أَوَّابٞ 44 ﴿
"Dia adalah sebaik-baik hamba, sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat taat." (Shad: 44).
21. Betapa banyaknya kebaikan Allah سبحانه وتعالى dan karuniaNya ke-pada hamba-hambaNya, di mana
Dia anugerahkan kepada mereka amal shalih dan akhlak mulia, kemudian Dia memuji mereka
ka-renanya. Dan Dia adalah Yang Maha Pemberi karunia dan Maha Pemberi.
22. Sesungguhnya setiap sesuatu yang melalaikan seorang hamba dari Allah سبحانه وتعالى, maka ia
adalah suatu kesialan dan dicela. Maka hendaklah ia meninggalkannya dan beralih kepada apa yang
lebih bermanfaat.
23. Kaidah yang terkenal mengatakan, "Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah,
niscaya Allah menggantikan-nya dengan yang lebih baik darinya." Nabi Sulaiman عليه السلام
menyem-belih kuda yang sangat gagah lagi berlari kencang yang sangat disukai oleh jiwa, adalah
demi mengutamakan cinta kepada Allah. Maka dari itu Allah menggantikannya dengan yang lebih baik
dari itu, yaitu menundukkan kepadanya angin sepoi nan lembut yang bertiup berdasarkan
perintahnya, kemana saja ia suka dan ia maksud. Bertiupnya di waktu pagi satu bulan dan di waktu
sore satu bulan pula. Dan Allah juga menundukkan setan-setan kepada-nya yang mempunyai kemampuan
mengerjakan pekerjaan-peker-jaan berat yang tidak bisa dilakukan oleh manusia.
24. Bahwasanya penundukan setan-setan tidak mungkin ter-jadi bagi seseorang pun setelah Nabi
Sulaiman عليه السلام.
25. Bahwasanya Nabi Sulaiman عليه السلام adalah seorang raja se-kaligus seorang nabi. Beliau
bisa melakukan apa saja yang beliau inginkan, akan tetapi ia tidak menghendaki kecuali keadilan;
beda dengan seorang nabi yang hamba, karena kehendak nabi yang hamba mengikuti perintah Allah.
Maka ia tidak mengerjakan dan tidak pula meninggalkan kecuali berdasarkan perintah, seperti
halnya nabi kita, Nabi Muhammad a. Kondisi seperti ini lebih sempurna.